Solusi Cerdas Mengatasi Permasalahan Siswa dengan Tes Sidik Jari ( STIFIn Fingerprint-Test )
Ilmu tentang sidik jari sudah berkembang
ratusan tahun yang lalu. Hanya saja dunia akademik seperti belum menerima
sepenuhnya walaupun sudah terbukti dalam berbagai bidang pengalaman, seperti
dunia militer (peperangan) dan kepolisian (kriminalitas, detektif, inteligen),
perusahaan/organisasi (rekruitmen), dan berbagai dunia terapan (seperti
pemasaran, olahraga, kesenian dll). Sebenarnya, penelitian-penelitian yang
menunjukkan bahwa sidik jari dapat digunakan mengidentifikasi perkembangan otak
telah berlangsung sejak jaman Plato. Dermatoglyphic
(ilmu sidik jari) mempunyai dasar ilmu pengetahuan yang kuat karena didukung
penelitian sejak 300 tahun lalu. Para peneliti menemukan bahwa sidik jari
memiliki kode genetik yang secara ilmiah dapat dihubungkan dengan sel
otak dan jenis kecerdasan/kepribadian seseorang. Mereka adalah Govard Bidloo
(1685), Marcello Malpighi (1686), J.C.A. Mayer (1788), John E. Purkinje (1823),
Dr. Henry Faulds' (1880), Francis Galton (1892), Noel Jaquin (1958), Beryl B.
Hutchinson (1967), Beverly C. Jaegers (1974).
John E.Purkinje
(1823), Profesor Anatomi di Universitas Breslau adalah orang yang pertama kali
mengklasifikasikan pola sidik jari menjadi sembilan kategori. Ahli neuroscience pemenang hadiah Nobel tahun
1986 Dr. Rita Levi asal German, pada awalnya hanya mengembangkan ilmu
sidik jari untuk keperluan militer dan diperluas kegunaannya untuk
mempersiapkan tim olimpiade Rusia & China. Sekarang telah digunakan
meluas untuk kepentingan publik.
Hingga
sekarang terdapat tiga pendekatan dalam menilik jenis kecerdasan ataupun
kepribadian seseorang. Dan ketiga-tiganya boleh jadi masih eksis. Kelompok
pertama dan secara akademik adalah paling populer saat ini adalah berdasarkan
kepada teori perilaku, menggunakan alat ukur psikometrik behaviouristik yang telah dikaji secara ilmiah.
Berikutnya kelompok kedua, yaitu yang lebih percaya kepada pengamatan sendiri,
berdasarkan intuisi, atau pengalamannya sendiri yang kemudian dijadikan sebagai
pegangan untuk mengkategorikan seseorang. Termasuk dan masih dianggap kedalam
kelompok kedua ini adalah bagi mereka
yang menggunakan metode alternatif seperti ; palmistri, numerologi, tipologi
dan jenis-jenis pseudo-psikologi lainnya, dimana sebagiannya menggunakan kaedah
ilmiah dengan berbagai teori yang melatarinya. Kelompok ketiga dan yang
terbaru adalah berbasiskan kepada teknologi dan ilmu neuroscience dengan salah satunya adalah berdasarkan pemutakhiran
tes sidik jari. Metode terbaru ini mengukur faktor genetik, sedangkan metode pertama
dan kedua lebih didasarkan kepada fenotip (perilaku yang dapat diukur). Pelaksanaan
tes dengan metode sidik jari tidak akan tergantung kepada suasana, mood,
tekanan, dan bahkan dapat dilakukan kapan saja termasuk ketika pesertanya
sedang tidak sehat, sudah udzur ataupun menderita cacat, termasuk yang buta
huruf sekalipun.
Berdasarkan pendekatan dari beberapa disiplin ilmu,
yakni ; ilmu rumusan sidik jari (Daktiloskopi),
ilmu kejiwaan (Psikologi), ilmu
syaraf (Neuroscience), ilmu sumber
daya manusia (SDM) dan ilmu teknologi
informasi (IT). Melalui tes sidik
jari ( STIFIn Fingerprint-Test ), maka
akan diketahui belahan otak dan lapisan otak mana yang paling dominan atau
aktif bekerja pada diri seseorang, layaknya sistem operasi (OS) yang bekerja
dalam sebuah komputer. Sehingga dari
hasil tes tersebut akan dapat menguak banyak informasi tentang ‘diri’ orang itu
yang bersifat bawaan (genetik) yang tidak berubah, sebagai harta karun dari
Allah dan merupakan jalur karpet merah seseorang untuk menemukan jalan singkat
dan menyenangkan dalam meraih kesuksesan.
Tes
STIFIn adalah teknik analisis mengidentifikasi pada pola-pola garis dalam sidik
jari seseorang yang secara genetik permanen melekat pada seseorang. Setiap pola
merupakan penanda akan adanya potensi kecerdasan tertentu yang bersifat bawaan. Sungguh indah peradaban dunia ke depan jika sebagian besar orang
telah memiliki keahlian selagi masih muda lagi. Serahkanlah segala sesuatu
kepada ahlinya dan mereka yang ahli itu ternyata masih muda-muda, maka
produktivitas dunia era itu akan meningkat beberapa kali lipat. Dan itulah
mimpi adanya dampak positif dari penyebaran tes STIFIn ini. Namun demikian, selalu akan ada yang kontra dengan tes sidik jari
ini, tetapi pada akhirnya orang akan menerima teknologi ini seperti mana ketika
kita memeriksakan golongan darah.
Kesimpulannya adalah manfaatkan
energi dan waktu untuk mengembangkan mesin kecerdasan sendiri. Cukup fokus pada
1 (satu) mesin kecerdasan. Jenis kecerdasan yang lainnya tidak perlu didesain
tersendiri, cukup manfaatkan proses interaksi sosial dan belajar mengembangkannya
secara alamiah (in-promp-to). Jika desain
hidup sudah fokus pada kekuatan utama, maka otomatis akan lebih mudah
sukses. Tidak hanya siswa pun akan merasa enjoy, karena apa yang dikerjakan
tersebut adalah panggilan jiwa. Konsep tentang fokus pada hanya 1 (satu)
mesin kecerdasan saja itu pun pada dasarnya ilmiah, karena pakar psikoanalisis
Carl Gustaav Jung berpendapat bahwa diantara semua fungsi dasar (sekarang kami
sebut dengan istilah lain yaitu mesin kecerdasan) hanya ada satu yang
dominan. Memang betul dalam riset lainnya, dikatakan bahwa ada 3%
populasi orang yang dapat mengembangkan semua mesin kecerdasan sama baiknya.
Dalam kaedah ini kami bukan memilih cara yang 3% karena itu susah dan rumit,
tetapi memilih cara yang kebanyakan orang berpeluang mampu melaluinya yaitu
cara yang 97% dengan cukup berfokus kepada 1 (satu) mesin kecerdasan
saja. Maka pilihlah cara hidup yang tidak rumit, tetapi efektif.
Semua orang perlu bisa
baca-tulis-hitung. Betul, tetapi apakah semua orang perlu jadi bintang pelajar
? atau apakah semua orang perlu ‘makan bangku sekolahan’ untuk bisa sukses ?
Jawabannya tidak, asal dapat menukar dengan profesi pilihan yang tepat. Maka
janganlah latah dan ikut-ikutan dalam mendesain hidup. Jalan yang ditempuh
kebanyakan orang itu adalah jalan yang panjang, berliku, melelahkan, dan belum
tentu berhasil. Konsep STIFIn Fingerprint ini akan menunjukan jalan
shortcut, yang lebih pendek, lebih murah, lebih mudah, menyenangkan dan peluang
keberhasilannya tinggi. Dimana konsep besarnya adalah mengubah alokasi energi
dan waktu anda untuk menjadi semua-bisa kepada menjadi cukup-satu-hebat
Hubungan Sidik Jari dengan Potensi Genetik
1.
Pola sidik jari mulai muncul pada waktu bayi dalam kandungan (usia 13
minggu) dan polanya seiring dengan pola pembentukan otak.
2.
Pola sidik jari ditentukan oleh kromosom yang ditentukan bukan oleh
faktor lingkungan melainkan DNA (genetik).
3.
Sistem syaraf jari-jari tangan erat hubungannya dengan sistem otak,
artinya dengan mengetahui sistem syaraf jari maka dapat diketahui sistem syaraf
fungsi bagian otak.
4.
Potensi genetik, khususnya bakat, stimulasi kecerdasan dan karakter
kepribadian berkaitan erat dengan sistem syaraf pada fungsi bagian otak.