Breaking News
Membaca adalah Pelita Ilmu Pengetahuan
Jumat, 01 November 2013

Solusi Cerdas Mengatasi Permasalahan Siswa dengan Tes Sidik Jari ( STIFIn Fingerprint-Test )

Ilmu tentang sidik jari sudah berkembang ratusan tahun yang lalu.  Hanya saja dunia akademik seperti belum menerima sepenuhnya walaupun sudah terbukti dalam berbagai bidang pengalaman, seperti dunia militer (peperangan) dan kepolisian (kriminalitas, detektif, inteligen), perusahaan/organisasi (rekruitmen), dan berbagai dunia terapan  (seperti pemasaran, olahraga, kesenian dll). Sebenarnya, penelitian-penelitian yang menunjukkan bahwa sidik jari dapat digunakan mengidentifikasi perkembangan otak telah berlangsung sejak jaman Plato. Dermatoglyphic (ilmu sidik jari) mempunyai dasar ilmu pengetahuan yang kuat karena didukung penelitian sejak 300 tahun lalu. Para peneliti menemukan bahwa sidik jari memiliki kode genetik  yang secara ilmiah dapat dihubungkan dengan sel otak dan jenis kecerdasan/kepribadian seseorang. Mereka adalah Govard Bidloo (1685), Marcello Malpighi (1686), J.C.A. Mayer (1788), John E. Purkinje (1823), Dr. Henry Faulds' (1880), Francis Galton (1892), Noel Jaquin (1958), Beryl B. Hutchinson (1967), Beverly C. Jaegers (1974).

STIFIN Finger Print Test Seputar Pendidikan http://khairuljawad.blogspot.com/2013/11/solusi-mengatasi-permasalahan-siswa.html

John E.Purkinje (1823), Profesor Anatomi di Universitas Breslau adalah orang yang pertama kali mengklasifikasikan pola sidik jari menjadi sembilan kategori. Ahli neuroscience pemenang hadiah Nobel tahun 1986 Dr. Rita Levi  asal German, pada awalnya hanya mengembangkan ilmu sidik jari untuk keperluan militer dan diperluas kegunaannya untuk mempersiapkan tim olimpiade Rusia & China.  Sekarang telah digunakan meluas untuk kepentingan publik.

         Hingga sekarang terdapat tiga pendekatan dalam menilik jenis kecerdasan ataupun kepribadian seseorang.  Dan ketiga-tiganya boleh jadi masih eksis. Kelompok pertama dan secara akademik adalah paling populer saat ini adalah berdasarkan kepada teori perilaku, menggunakan alat ukur psikometrik behaviouristik yang telah dikaji secara ilmiah. Berikutnya kelompok kedua, yaitu yang lebih percaya kepada pengamatan sendiri, berdasarkan intuisi, atau pengalamannya sendiri yang kemudian dijadikan sebagai pegangan untuk mengkategorikan seseorang. Termasuk dan masih dianggap kedalam kelompok  kedua ini adalah bagi mereka yang menggunakan metode alternatif seperti ; palmistri, numerologi, tipologi dan jenis-jenis pseudo-psikologi lainnya, dimana sebagiannya menggunakan kaedah ilmiah dengan berbagai teori yang melatarinya.  Kelompok ketiga dan yang terbaru adalah berbasiskan kepada teknologi dan ilmu neuroscience dengan salah satunya adalah berdasarkan pemutakhiran tes sidik jari. Metode terbaru ini mengukur faktor genetik, sedangkan metode pertama dan kedua lebih didasarkan kepada fenotip (perilaku yang dapat diukur).  Pelaksanaan tes dengan metode sidik jari tidak akan tergantung kepada suasana, mood, tekanan, dan bahkan dapat dilakukan kapan saja termasuk ketika pesertanya sedang tidak sehat, sudah udzur ataupun menderita cacat, termasuk yang buta huruf sekalipun.       

Berdasarkan pendekatan dari beberapa disiplin ilmu, yakni ; ilmu rumusan sidik jari (Daktiloskopi), ilmu kejiwaan (Psikologi), ilmu syaraf (Neuroscience), ilmu sumber daya manusia (SDM) dan ilmu teknologi informasi (IT). Melalui tes sidik jari ( STIFIn Fingerprint-Test ), maka akan diketahui belahan otak dan lapisan otak mana yang paling dominan atau aktif bekerja pada diri seseorang, layaknya sistem operasi (OS) yang bekerja dalam sebuah komputer.  Sehingga dari hasil tes tersebut akan dapat menguak banyak informasi tentang ‘diri’ orang itu yang bersifat bawaan (genetik) yang tidak berubah, sebagai harta karun dari Allah dan merupakan jalur karpet merah seseorang untuk menemukan jalan singkat dan menyenangkan dalam meraih kesuksesan. 

                Tes STIFIn adalah teknik analisis mengidentifikasi pada pola-pola garis dalam sidik jari seseorang yang secara genetik permanen melekat pada seseorang. Setiap pola merupakan penanda akan adanya potensi kecerdasan tertentu yang bersifat bawaan. Sungguh indah peradaban dunia ke depan jika sebagian besar orang telah memiliki keahlian selagi masih muda lagi. Serahkanlah segala sesuatu kepada ahlinya dan mereka yang ahli itu ternyata masih muda-muda, maka produktivitas dunia era itu akan meningkat beberapa kali lipat.  Dan itulah mimpi adanya dampak positif dari penyebaran tes STIFIn ini. Namun demikian, selalu akan ada yang kontra dengan tes sidik jari ini, tetapi pada akhirnya orang akan menerima teknologi ini seperti mana ketika kita memeriksakan golongan darah. 

STIFIN Solusi Mencerdaskan Pendidikan Kita

Kesimpulannya adalah manfaatkan energi dan waktu untuk mengembangkan mesin kecerdasan sendiri. Cukup fokus pada 1 (satu) mesin kecerdasan. Jenis kecerdasan yang lainnya tidak perlu didesain tersendiri, cukup manfaatkan proses interaksi sosial dan belajar mengembangkannya secara alamiah (in-promp-to). Jika desain hidup sudah fokus pada kekuatan utama, maka otomatis akan lebih mudah sukses.  Tidak hanya siswa pun akan merasa enjoy, karena apa yang dikerjakan tersebut adalah panggilan jiwa.  Konsep tentang fokus pada hanya 1 (satu) mesin kecerdasan saja itu pun pada dasarnya ilmiah, karena pakar psikoanalisis Carl Gustaav Jung berpendapat bahwa diantara semua fungsi dasar (sekarang kami sebut dengan istilah lain yaitu mesin kecerdasan) hanya ada satu yang dominan.  Memang betul dalam riset lainnya, dikatakan bahwa ada 3% populasi orang yang dapat mengembangkan semua mesin kecerdasan sama baiknya. Dalam kaedah ini kami bukan memilih cara yang 3% karena itu susah dan rumit, tetapi memilih cara yang kebanyakan orang berpeluang mampu melaluinya yaitu cara yang 97% dengan cukup berfokus kepada 1 (satu) mesin kecerdasan saja.  Maka pilihlah cara hidup yang tidak rumit, tetapi efektif.

Semua orang perlu bisa baca-tulis-hitung.  Betul, tetapi apakah semua orang perlu jadi bintang pelajar ? atau apakah semua orang perlu ‘makan bangku sekolahan’ untuk bisa sukses ? Jawabannya tidak, asal dapat menukar dengan profesi pilihan yang tepat. Maka janganlah latah dan ikut-ikutan dalam mendesain hidup. Jalan yang ditempuh kebanyakan orang itu adalah jalan yang panjang, berliku, melelahkan, dan belum tentu berhasil. Konsep STIFIn Fingerprint ini akan menunjukan  jalan shortcut, yang lebih pendek, lebih murah, lebih mudah, menyenangkan dan peluang keberhasilannya tinggi. Dimana konsep besarnya adalah mengubah alokasi energi dan waktu anda untuk menjadi  semua-bisa kepada menjadi cukup-satu-hebat

Hubungan Sidik Jari dengan Potensi Genetik
1.      Pola sidik jari mulai muncul pada waktu bayi dalam kandungan (usia 13 minggu) dan polanya seiring dengan pola pembentukan otak.
2.      Pola sidik jari ditentukan oleh kromosom yang ditentukan bukan oleh faktor lingkungan melainkan DNA (genetik).
3.      Sistem syaraf jari-jari tangan erat hubungannya dengan sistem otak, artinya dengan mengetahui sistem syaraf jari maka dapat diketahui sistem syaraf fungsi bagian otak.

4.      Potensi genetik, khususnya bakat, stimulasi kecerdasan dan karakter kepribadian berkaitan erat dengan sistem syaraf pada fungsi bagian otak.
Comments
0 Comments

0 Komentar:

Posting Komentar

Leave A Reply

Copyright © 2012 Seputar Pendidikan Kita.com All Right Reserved
Designed by CBTblogger
http://www.freesearchenginesubmission.infocliquez pour infos