Breaking News
Membaca adalah Pelita Ilmu Pengetahuan
Selasa, 28 Januari 2014

Kupas Tuntas Metode Pembelajaran "Homeschooling"

http://khairuljawad.blogspot.com/2014/01/kupas-tuntas-metode-pendidikan.html

Apa Itu Homeschooling?

Homeschooling (HS) adalah model alternatif belajar selain di sekolah. Tak ada sebuah definisi tunggal mengenai homeschooling. Selain homeschooling, ada istilah "home education", atau "home-based learning" yang digunakan untuk maksud yang kurang lebih sama. 

Dalam bahasa Indonesia, ada yang menggunakan istilah "sekolah rumah". Aku sendiri secara pribadi lebih suka mengartikan homeschooling dengan istilah "sekolah mandiri". Tapi nama bukanlah sebuah isu. Disebut apapun, yang penting adalah esensinya.

Salah satu pengertian umum homeschooling adalah sebuah keluarga yang memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anak dan mendidik anaknya dengan berbasis rumah. Pada homeschooling, orang tua bertanggung jawab sepenuhnya atas proses pendidikan anak; sementara pada sekolah reguler tanggung jawab itu didelegasikan kepada guru dan sistem sekolah. 

Walaupun orang tua menjadi penanggung jawab utama homeschooling, tetapi pendidikan homeschooling tidak hanya dan tidak harus dilakukan oleh orang tua. Selain mengajar sendiri, orang tua dapat mengundang guru privat, mendaftarkan anak pada kursus, melibatkan anak-anak pada proses magang (internship), dan sebagainya.

Sesuai namanya, proses homeschooling memang berpusat di rumah. Tetapi, proses homeschooling umumnya tidak hanya mengambil lokasi di rumah. Para orang tua homeschooling dapat menggunakan sarana apa saja dan di mana saja untuk pendidikan homeschooling anaknya.

Bagaimana sejarah homeschooling?
Pendidikan di rumah bukanlah sebuah hal yang baru. Sebelum ada sistem pendidikan modern (sekolah) sebagaimana yang dikenal pada saat ini, pendidikan dilakukan berbasis rumah. Sistem magang adalah model pendidikan yang sangat dikenal oleh masyarakat. Demikian pun belajar otodidak yang sampai sekarang masih dilakukan.Selain itu, para bangsawan zaman dahulu biasa mengundang guru-guru privat untuk mengajar anak-anaknya. Itulah jejak homeschooling pada masa dahulu.

Sejak perkembangan revolusi industri, terjadi proses sistematisasi pendidikan dan proses belajar. Perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan serta usaha untuk memaksimalkan proses pembelajaran selama berabad-abad menghasilkan sebuah evolusi sistem pendidikan yang kemudian kita kenal sebagai sekolah. Sekolah adalah salah satu representasi institusional dari nilai-nilai modern yang dipegang manusia saat ini. Sebagai institusi modern, sekolah adalah solusi untuk mengatasi keterbatasan keluarga da;am mendidik anaknya secara sadar dan terencana.

Walaupun sekolah menjadi institusi pendidikan yang terbukti memberikan manfaat bagi kemanusiaan, bagaimana proses pencarian pendidikan yang terbaik tak pernah berhenti. Berbagai filsafat dan pemikiran terus lahir, serta berinteraksi dengan kondisi sosial yang dialami oleh masyarakat.

Di Amerika Serikat, gelombang pertama homeschooling terjadi pada era 1960-an. Pada masa ini, mulai muncul pemikiran bahwa anak-anak belajar lebih baik jika tanpa instruksi sebagaimana di sekolah (John Holt). Banyak pemikiran yang muncul mempertanyakan efektivitas sekolah dalam menjalankan fungsi pendidikan. Selain Holt, inisiator dan pejuang homeschooling pada masa itu adalah Dr. Raymon Moore, seorang psikolog perkembangan dan peneliti pendidikan. Akhir 1970-an, Holt menerbitkan surat kabar
"Growing Without School" yang menjadi sistem pendukung homeschooling pada masa itu.

Setelah itu, homeschooling terus berkembang dengan berbagai alasan. Selain karena alasan keyakinan (beliefs), pertumbuhan homeschooling juga banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah. Keadaan pergaulan sosial di sekolah yang tidak sehat juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan homeschooling.

Walaupun awalnya dipersepsi sebagai kelompok konservatif dan penyendiri (isolationists), homeschooling terus tumbuh dan membuktikan diri sebagai sistem yang efektif dan dapat dijalankan. Praktisi homeschooling pun semakin bervariasi; dengan berbagai alasan memilih homeschooling dan dengan beragam latar belakang sosial: relijius dan sekuler; kaya, kelas menengah, miskin; kota (urban), pinggiran (suburban), pedesaan (rural). Keluarga praktisi homeschooling memiliki beragam profesi; dokter, pegawai pemerintah, pegawai swasta, pemilik bisnis, bahkan guru di sekolah umum.

Sosok homeschooling yang terkenal 
 
http://khairuljawad.blogspot.com/2014/01/kupas-tuntas-metode-pendidikan.html

Di Amerika, banyak contoh praktisi homeschooling yang berhasil dan terkenal di dalam kehidupannya. Diantara mereka antara lain:

- Benyamin Franklin. Seorang negarawan, ilmuwan, penemu, pemimpin sipil, dan pelayan publik (public servant).  Franklin hanya dua tahun mengikuti sekolah karena orang tuanya tak mampu membayar biaya pendidikan.

- Pearl S. Buck. Peraih hadiah Nobel tahun 1938, dikenal sebagai penulis besar. Anak seorang misionaris ini besar di China dan menjalani homeschooling melalui korespondensi dan tutor. Setelah kembali ke Amerika, dia meneruskan pendidikannya di College; kembali ke China sebagai guru dan menjadi penulis.

- Thomas Alfa Edison. Edison hanya mengikuti sekolah selama 3 bulan karena dianggap terbelakang. Dia dididik sendiri oleh ibunya dengan memperlakukan pendidikan sebagai petualangan (adventure) dan bermain (playing games). Edison dikenal sebagai penemu besar, antara lain lampu listrik, generator, transmitter telepon.

- Hanson. Ini adalah grup musik terkenal saat ini yang terdiri tiga remaja: Ike, Taylor, dan Zach. Mereka melakukan homeschooling yang membuat mereka dapat meluangkan waktu yang banyak untuk mengembangkan bakat mereka di bidang musik.

Contoh sosok-sosok yang dibesarkan melalui homescholing dapat dibaca dalam buku: "An A in Life: Famous Homeschoolers" oleh Plent, Max, and Nancy Plent, Unschooler's Network, 1999. 

Di Indonesia, contoh sosok yang dibesarkan dalam sistem pendidikan homeschooling antara lain: KH Agus Salim, Ki Hajar Dewantara, dan Buya Hamka (Makalah Dr. Seto Mulyadi, 18 Juni 2006).

Untuk era modern, belum ada lagi sosok homeschooling di Indonesia yang menjulang dan dikenal luas secara nasional. Homeschooling sedang menemukan momentum barunya pada saat ini dan sedang mencari bentuknya di tengah sistem pendidikan sekolah yang reguler. Mulai banyak orang tua yang menempuh homeschooling bagi anak-anaknya; salah satunya adalah Dr. Seto Mulyadi (Ketua Komnas Anak, tokoh pendidikan anak) yang menjalankan program homeschooling bagi putri-putrinya.

Apa persamaan dan perbedaan homeschooling dengan sekolah reguler?
Persamaan:
  • Sekolah dan homeschooling merupakan model pendidikan anak.
  • Sekolah dan homeschooling bertujuan untuk mencari kebaikan bagi anak-anak.
  • Sama-sama dapat mengantarkan anak-anak pada tujuan pendidikan.

Perbedaan:
Sistem di sekolah terstandardisasi, sistem di homeschooling customized sesuai kebutuhan anak dan kondisi keluarga

Pengelolaan di sekolah terpusat (kurikulumnya diatur), pengelolaan homeschooling tergantung orang tua (orang tua memilih sendiri kurikulum dan materi ajar untuk anak)

Jadwal belajar di sekolah telah tertentu, jadwal belajar homeschooling fleksibel tergantung kesepakatan orang tua-anak.
  • Tanggung jawab pendidikan sekolah didelegasikan orang tua kepada guru dan sekolah, pada homeschooling tanggung jawab sepenuhnya ada di orang tua.
  • Di sekolah, peran orang tua relatif minimal karena pendidikan dijalankan oleh sistem dan guru; pada homeschooling peran orang tua sangat vital dan menentukan keberhasilan pendidikan anak.
  • Pada model belajar di sekolah, sistem sudah mapan dan orang tua tinggal memilih/mengikuti; homeschooling membutuhkan komitmen dan kreativitas orang tua untuk mendesain dan melaksanakan homeschooling sesuai kebutuhan anak.

Kelebihan dan Kekurangan HS

Kelebihan homeschooling:
  • - Customized, sesuai kebutuhan anak dan kondisi keluarga.
  • - Lebih memberikan peluang untuk kemandirian dan kreativitas individual yang tidak didapatkan dalam model sekolah umum.
  • - Memaksimalkan potensi anak sejak usia dini, tanpa harus mengikuti standar waktu yang ditetapkan di sekolah.
  • - Lebih siap untuk terjun di dunia nyata (real world) karena proses pembelajarannya berdasarkan kegiatan sehari-hari yang ada di sekitarnya.
  • - Kesesuaian pertumbuhan nilai-nilai anak dengan keluarga. Relatif terlindung dari paparan nilai dan pergaulan yang menyimpang (tawuran, drug, konsumerisme, pornografi, mencontek, dsb).
  • - Kemampuan bergaul dengan orang tua dan yang berbeda umur (vertical socialization).
  • - Biaya pendidikan dapat menyesuaikan dengan keadaan orang tua

Kekurangan homeschooling:
  • - Butuh komitmen dan keterlibatan tinggi dari orang tua
  • - Sosialisasi seumur (peer-group socialization) relatif rendah. Anak relatif tidak terekspos dengan pergaulan yang heterogen secara sosial.
  • - Ada resiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim (team work), organisasi, dan kepemimpinan.
  • - Perlindungan orang tua dapat memberikan efek samping ketidakmampuan menyelesaikan situasi sosial dan masalah yang kompleks yang tidak terprediksi.

Apakah homeschooling mahal atau murah?
 
http://khairuljawad.blogspot.com/2014/01/kupas-tuntas-metode-pendidikan.html

Setting homeschooling sangat tergantung pada Anda. Berbeda dengan sekolah, di mana orang tua harus mengeluarkan sebuah biaya tetap (fixed cost) yang telah ditetapkan, para praktisi homeschooling memiliki fleksibilitas untuk menentukan jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk anak-anak.

Isu homeschooling bukan pada biaya yang harus dikeluarkan untuk pendidikan anak, tetapi pada komitmen dan kreativitas untuk menjalankan homeschooling. Dengan biaya minimum, Anda dapat menjalankan homeschooling dengan kreativitas Anda. 

Yang pasti, homeschooling tidak gratis karena Anda tetap membutuhkan materi-materi untuk pendidikan anak-anak Anda dan memperkaya pengetahuan Anda. Homeschooling dapat menjadi murah kalau Anda dapat memanfaatkan sumber daya yang sudah Anda miliki sendiri, misalkan barang-barang yang di rumah, keluarga, teman, tetangga, dan fasilitas-fasilitas umum yang ada di sekitar Anda. Anda tidak harus membeli, tetapi dapat meminjam, membeli barang bekas, melakukan daur-ulang (recycle), dan sebagainya.

Yang penting bukanlah mahal-murah, tetapi sejauh mana Anda dapat menyediakan sarana untuk bahan pendidikan anak-anak dan mencapai tujuan pendidikan anak-anak Anda.

Masa depan anak homeschooling? 
 
Masa depan anak homeschooling HS

Bagaimana masa depan dan profesi anak-anak homeschooling?
Pintu masuk untuk memasuki sebuah profesi adalah keahlian (expertise) dalam bidang tertentu. Dalam sistem yang umum, salah satu tanda keahlian ditandai dengan ijazah/sertifikat dari sebuah jenjang pendidikan tertentu. Selain ijazah, ukuran sebuah keahlian yang lain adalah hasil karya (output) yang dihasilkan.
Jika ijazah dari Perguruan Tinggi yang menjadi kebutuhan, praktisi homeschooling dapat mengikuti ujian kesetaraan (Paket A, B, C) dan melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi seperti pendikan reguler pada umumnya. 

Jika sertifikat yang menjadi pintu profesi, praktisi homeschooling dapat mengikuti kursus dan program sertifikasi yang banyak diselenggarakan oleh asosiasi profesi atau perusahaan swasta tertentu. Banyak profesi di bidang komputer, bahasa, seni, dan keahlian-keahlian lain yang dapat berawal dari standar sertifikasi profesi tertentu.

Selain dua pintu profesi di atas, semakin banyak profesi-profesi yang berkembang berdasarkan output. Perusahaan swasta pun semakin menghargai "portofolio karya/kemampuan" daripada sekedar ijazah. Sebagian besar profesi-profesi berdasarkan karya/kemampuan adalah profesi di dunia modern. Profesi-profesi berorientasi output itu semakin luas dan memiliki masa depan yang cerah misalnya: bisnis, komputer, marketing, fotografi, entertainment, tulis-menulis, desain, dan sebagainya.

Pada akhirnya, yang dinilai adalah output. Homeschooling memiliki potensi besar untuk mengembangkan kemampuan dan keahlian anak-anak karena sifat pendidikan homeschooling yang customized dan didesain khusus memenuhi kebutuhan anak.

Tanya Jawab dengan Dhanang Sasongko
Tentang Home Schooling
Dia adalah Sekretaris Jenderal Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena). Sekarang ini sedang trend pendidikan alternatif atau home schooling (HS). Kita bisa menyebutkan beberapa contoh dari kalangan selebriti seperti Nia Ramadhani, Kak Seto, Neno Warisman, dan beberapa nama lainnya yang memilih alternatif HS ini.

Dhanang berpendapat HS ada kelemahan dan keunggulannya. Kelemahannya antara lain tidak ada kompetisi atau persaingan. Tapi keunggulannya banyak, dan yang paling dominan adalah karena terbatasnya jumlah peserta didik maka tutor bisa langsung fokus pada potensi masing-masing peserta didik. Di HS ada yang ingin jadi penyanyi, maka dia merasa tidak perlu untuk belajar kimia dan fisika. Kita mengarahkan sesuai dengan bakat dan potensi peserta didik masing-masing. Mereka yang mengikuti HS nanti bisa mengikuti ujian kesetaraan sehingga lulus mempunyai ijazah dan itu diakui pemerintah. 

Berikut wawancara Jaleswari Pramodhawardani dengan Dhanang Sasongko.

Apa sebetulnya home schooling (HS) itu? Apakah itu maksudnya kita sekolah di rumah dengan mengundang guru ke rumah atau kita belajar bersama?
Kalau di Amerika Serikat (AS) dan di dunia, HS sudah lama berkembang. Di Indonesia mungkin ada yang namanya Proses Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). HS terdiri dari tiga jenis. Pertama, HS tunggal. Ini penggiatnya adalah satu keluarga. Kemudian HS majemuk terdiri dari dua keluarga, dan terakhir HS komunitas. Komunitas ini dibentuk dengan metode pembelajarannya secara tutorial. HS tunggal dilakukan di rumah. HS itu adalah bagaimana proses kegiatan belajar, di mana pun, kapan pun, dan dengan siapa saja.

Bagaimana sistemnya? Maksudnya, jika saya sebagai orang tua ingin memasukkan anak ke HS, apakah saya harus berhubungan dengan Anda lalu apakah Anda mendesain kurikulum dan sistem sekolah sendiri atau kita dilibatkan?
Itu berarti masuk ke HS komunitas. HS Komunis adalah beberapa keluarga memberikan kepercayaannya untuk mendidik anak-anaknya ke dalam HS. Proses pembelajarannya melalui tutorial. Ini ada di salah satu metode HS Kak Seto.

Siapa tutornya?
Kita mempunyai tim yang namanya Badan Tutorial. Mereka terdiri dari lulusan berbagai jenis profesi pendidikan. Mereka melaksanakan, misalnya, pertemuan dua kali dalam satu minggu. Ada paket A setara dengan Sekolah Dasar (SD), paket B setara Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan paket C setara Sekolah Menengah Atas (SMA). Jadi kunjungannya adalah kunjungan ke komunitas. Bila keluarga atau peserta didik kekurangan informasi akademisnya maka mereka bisa memanggil gurunya ke suatu tempat. Jadi komunitas itu menyediakan suatu tempat. Misalnya, komunitas Berkemas yang dipimpin Ibu Yaya atau Mbak Neno Warisman itu tempatnya di Pejaten. Mereka berkumpul selama tiga jam. Hari Senin adalah untuk setara SMA, jadi anak kelas satu, dua, dan tiga belajar dalam satu ruangan.

Kalau di sekolah formal kita melihat kelas satu berada di dalam satu ruangan, kelas dua di ruang lain dengan materi pelajaran yang berbeda. Jadi bagaimana proses belajar HS jika semua digabung dalam satu kelas karena pada akhirnya mereka juga mengikuti ujian akhir?
Kita memberikan masing-masing peserta didik kebebasan dalam memilih pembelajaran tapi tidak terlepas dari kurikulum. Kurikulum yang dipakai adalah kurikulum 2004 yaitu kurikulum berbasis kompetensi, atau kurikulum terbaru kurikulum 2006. Jadi tetap ada acuannya karena nanti di ujung dari proses pendidikan HS ada ujian kesetaraan. Kalau di pendidikan formal itu Ujian Nasional (UN), sedangkan di pendidikan non formal komunitas ini ada ujian kesetaraan yang diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Diknas) atau komunitas yang sudah mendapatkan legalitas untuk bisa menyelenggarakan ujian tersendiri.

Dalam hal ini ada yang sudah bosan di kelas dua atau tidak nyaman di pendidikan formal, dia dapat pindah ke kelas tiga di HS. Itu tidak masalah karena berdasarkan prinsip Diknas untuk ini adalah multi entry and multi exit atau mudah untuk masuk dan mudah untuk keluar. Legalitasnya pun sudah dijamin oleh pemerintah. Dalam Undang-Undang (UU) No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan kesetaraan adalah program pendidikan non formal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD, SMP, maupun SMA.

Bagaimana metode pembelajaran untuk masing-masing HS yaitu tunggal, majemuk, dan komunitas?
HS ini metode pembelajarannya tematik dan konseptual serta aplikatif. Misalnya untuk tingkatan SD, dalam mempelajari alat transportasi maka mereka bisa pergi langsung naik alat transportasi. Misalnya, naik metro mini. Di metro mini ada sopir, kondektur, dan kita harus membayar. Jadi di HS kesempatan untuk mengenal langsung alat transportasi cukup besar. Lalu mereka turun dan naik busway dengan harus beli tiket dulu, antri. Kemarin saya mengajak mereka dari Grogol ke stasiun kereta api Kota untuk mengetahui bagaimana naik kereta dan kondisinya seperti nanti kereta itu penuh. Itu terekam sekali di otak anak-anak. Setelah itu, besoknya kita memberikan paparan mengenai alat transportasi. Kita coba tes ke anak-anak dan mereka bisa menulis mengenai alat transportasi berlembar-lembar.

Jadi itu mungkin keunggulan HS.
Ya, karena proses belajarnya tematik dan aplikatif. Contoh lain, kita ajak mereka untuk belajar menanam. Kita ajak ke ahlinya seperti ke Ciawi sekalian outbond. Mereka belajar cara menanam. Besoknya kita coba evaluasi dan mereka begitu antusias sehingga bisa menulis berlembar-lembar. Jadi benar-benar aplikatif. Kalau HS tunggal atau sendiri, orang tua bisa mengajarkan dari dia bangun tidur dan kapan dia mau belajar. Jadi belajar bukan sebagai kewajiban tapi kebutuhan bagi anak-anak. Jadi kalau saya sehari-hari mungkin melihat proses pembelajaran yang seperti di rumah Kak Seto. Anak beliau ada empat. Nah, yang tiga mengikuti HS dan yang satu pendidikan formal.

Jadi dalam hal ini orang tua terjun langsung?
Iya, terjun langsung. Kalau misalnya kekurangan informasi mengenai akademis, mereka bisa panggil tutor. Mereka mau tahu tentang bahasa Inggris maka mereka bisa ambil kursus. Jadi waktunya bisa lebih banyak, dan belajar sangat menyenangkan buat mereka karena memang didasari oleh kebutuhan.

Kalau melihat dari jenisnya, apakah HS komunitas memiliki kelebihan atau keunggulan dari yang lain?
Ini harus dilihat dari kondisi orang tuanya. Kalau kedua orang tua bekerja, tapi menginginkan anaknya untuk HS mungkin lebih tepat ke HS komunitas. Sedangkan untuk HS tunggal agak susah karena orangtua harus full. Jadi untuk komunitas itu sifatnya tutorial, dan hadir di kegiatan komunitas.

Pendidikan bukan hanya soal kita menambah pengetahuan atau ilmu di segala macam bidang, namun ada hal yang perlu juga seperti interaksi dengan kawan-kawan lainnya. Bagaimana sosialisasi pada murid HS?
Saya melihat sosialisasi anak-anak HS begitu terjaga. Kita mengajak mereka ke pasar. Kita perkenalkan juga kepada anak-anak pasar. Kita tanya, "Apakah kamu bersekolah atau tidak? Apa kegiatan kamu?". Lalu kita bawa juga mereka ke alam terbuka dan ke rumah singgah. Kalau lingkungan untuk pendidikan formal mungkin ada keterbatasannya. Temannya hanya itu-itu saja. Besok ketemu si A dan besoknya ketemu si A lagi karena satu lingkup sekolah. Sosialisasi di HS juga cukup efektif karena mereka bisa lebih banyak waktunya untuk berhubungan lewat internet. Mereka bisa lebih banyak ada kesempatan untuk pergi ke luar.

Jadi mengenai sosialisasi tidak ada masalah. Yang paling penting juga adalah kita memberikan kemandirian, yaitu dalam belajar dan mengambil keputusan. Kita juga memberikan wawasan mengenai kewirausahaan. Jadi sejak dini mereka sudah dilatih untuk bagaimana bisa bermanfaat bagi orang lain. 

Bagaimana kegiatan Anda dan teman-teman di Asah Pena selama ini seperti sejak kapan dan bagaimana keterlibatannya dalam proses HS ini?
Asah Pena baru saja menandatangani MoU dengan pemerintah sekitar 10 Januari 2007. Asah Pena adalah singkatan dari asosiasi sekolah rumah dan pendidikan alternatif. Ini merupakan suatu wadah home schooler (peserta didik – Red) baik tunggal, majemuk, ataupun komunitas. Asah Pena dibentuk atas keinginan masyarakat dan didukung oleh Depertemen Pendidikan Nasional. Kelihatannya cukup efektif karena selama ini pendidikan alternatif selalu dicitrakan dengan pendidikan yang kurang berkualitas. Dengan adanya Asah Pena maka bisa mendata secara administratif seberapa banyak sekolah alternatif, HS, dan sebagainya.

Berapa banyak peserta didik home schooling saat ini di Jakarta?
Banyak. Home schooler yang terdata di Jakarta ada 600-an. Dan untuk HS komunitas ada 8 - 10 komunitas. 
Apa kira-kira yang harus dilakukan bila ingin menyekolahkan anaknya melalui pendidikan alternatif atau HS karena informasinya sangat terbatas?
Jika ingin mendapatkan informasi mengenai HS bisa melalui Asah Pena di nomor telepon 0817-831813 atau perwakilan Asah Pena di telepon (021) 8195601. Biayanya berbeda-beda seperti ada uang pangkal, iuran tahunan, dan iuran bulanan. Metoda pengajarannya dengan tutorial. Misalnya, uang pangkal untuk HS Kak Seto Rp 1,5 juta dan iuran tahunan Rp 2 juta untuk tahun ini. Untuk iuran bulanan berjenjang seperti untuk SMA Rp 450 ribu. Mereka mendapat modul dan modul pembelajaran untuk orang tua.

Apakah belajarnya setiap hari?
Belajarnya satu minggu dua kali sebanyak tiga jam untuk masing-masing pertemuan. Kita mengarahkan supaya mereka nanti banyak belajar di rumah dan di lingkungan yang mereka mau belajar. Kalau mau menyelenggarakan HS tunggal, mereka bisa konsultasi ke Asah Pena dan mungkin rekan atau kerabatnya yang sudah menjalankan HS. Kita bisa mengambil metode bermacam-macam. Kalau kita mau kurikulum nasional maka materi pembelajarannya bisa didapat di toko buku dan sebagainya. Kalau mau mencoba kurikulumnya Neno Warisman maka bisa berhubungan dengan Mbak Neno. Nanti kurikulumnya bisa diberikan. Ada juga metodenya Kak Seto atau Berkemas. Ada 8 sampai 10 komunitas dan mereka sangat terbuka untuk memberikan informasi mengenai kurikulum. 

Bagaimana dengan sertifikat atau ijazah kelulusan untuk HS karena biasanya kita mau tidak mau harus memiliki itu untuk mendapatkan akreditasi dan segala macamnya. Apakah legalitas itu sudah ada dari Diknas?
Diknas sangat memperhatikan sekali pendidikan alternatif. Kini sudah ada Direktorat Pendidikan Kesetaraan. Itu adalah pecahan dari Sub Direktorat Pendidikan Masyarakat untuk merespons HS, banyaknya Proses Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), dan banyaknya kekecewaan terhadap Ujian Nasional (UN). Orang tidak perlu khawatir untuk mendapatkan ijazah kesetaraan. Di SD ada ijazah kesetaraan untuk tingkat SD. Orang bisa ikut ujian kesetaraan dan jika lulus akan mendapatkan ijazah Kesetaraan SD, lalu SMP dan SMA juga ada. Ini bisa diterima oleh berbagai sekolah dan universitas. Jadi sudah dilegalitas oleh pemerintah. 

Dalam hal ini memang ada kelemahannya di HS, yaitu tidak ada kompetisi atau bersaing. Tapi keunggulannya yang paling dominan adalah dengan terbatasnya jumlah peserta didik maka tutor bisa langsung fokus pada potensi masing-masing anak peserta didik. Di HS ada yang ingin jadi penyanyi, maka dia merasa tidak perlu untuk belajar kimia dan fisika. Kita mengarahkan sesuai dengan bakat dan potensi peserta didik masing-masing. 

Ujian kesetaraan itu nanti ada yang namanya percepatan yang mungkin kualitasnya masih di bawah Ujian Nasional, tapi mereka bisa dipermudah dengan program percepatan. Misalnya, untuk menghadapi ujian biasanya kita intensif untuk tutorial terus selama dua bulan.

Sejak kapan HS ada di Indonesia dan apakah ada kisah sukses orang-orang yang ikut HS karena di masyarakat dia mendapatkan sertifikasi hampir sama dengan orang-orang yang sekolah formal?
Mungkin kita bisa melihat pada Ki Hajar Dewantoro. Jika saya melihat dari sejarah Ki Hajar Dewantor, tidak ada anak-anaknya mengikuti sekolah Belanda. Mereka HS. Lalu Ketua BEM UI sekarang dia ikut HS juga. Kalau di luar negeri yaitu Bill Gates dan Thomas Alfa Edison. Kalau saya membaca sejarahnya, mereka tidak belajar di sekolah formal. Malah mereka banyak sekali melakukan eksperimen di rumahnya. Ini untuk memperkuat supaya kita tidak khawatir. HS sama dengan sekolah formal pada umumnya.

Share this post :
Open-mouthedWinkPartyThumbs-upGift with a bowLight bulb

1 Komentar:

Leave A Reply

Copyright © 2012 Seputar Pendidikan Kita.com All Right Reserved
Designed by CBTblogger
http://www.freesearchenginesubmission.infocliquez pour infos