Laporan Study Tour INS Kayutanam – Sawahlunto Sabtu, 7 April 2012
Sejarah Singkat Kota Sawahlunto
Kota Sawahlunto terletak kira-kira
95 km dari kota Padang ibukota provinsi Sumatera Barat, 80 km dari kota wisata
Bukittinggi dan 42 km dari kota budaya Batusangkar. Kota Sawahlunto berada di
dataran tinggi pada bagian tengah bukit barisan. Nama kota Sawahlunto sendiri diambil
dari penemuan batu bara pertama kali oleh William Hendrik de Greve di areal
persawahan masyarakat yang dialiri oleh batang (sungai) Lunto, maka lahirlah
kata “ Sawahlunto”.
2.
Lobang
Tambang Mbah Soero & Info Box Gallery
a.
Lobang
Mbah Soero
Merupakan
lobang tambang pertama di lembah soegar yang di buka pada tahun 1898 oleh Orang
Rantai. Lobang tambang soegar ini oleh masyarakat disebut juga Lobang Mbah
Soero karena dulunya disini bertugas seorang mandor yang bernama Soero. Mandor
Soero adalah seorang pekerja keras, tegas, dan taat bergagama serta disegani
oleh para buruh dan orang sekitarnya. Mengingat tingginya nilai sejarah lobang
tambang ini, maka pada tahun 2007 lobang tambang ini dibuka sebagai objek
wisata lobang tambang Mbah Soero. Dilengkapai berbagai sarana dan prasarana demi
keamanan dan kenyamanan pengunjung untuk berpetualang didalamnya. Lubang ini
pernah ditutup pada tahun 1930 karena tingginya rembesan air. Menurut
wawancara yang saya lakukan kepada petugas setempat yang kebetulan ternyata
juga alumni INS Kayutanam tahun ’94
jurusan biologi bernama Yospa Harnus :’Panjang lubang mencapai ratusan meter dengan 2 pintu angin. Pada bagian depan lubang terdapat
keterangan +258 dpl. Adapun pekerja yang menggali lubang ini
berasal dari berbagai daerah seperti Sulawesi, Sumatera, Batavia, Kalimantan,
dll. Mereka adalah para tahanan politik dan kriminal kolonial Belanda. Lubang
ini juga berati sebagai tempat pembantaian.Lubang ini juga memiliki berbagai
mkisteri mistik dimana kalau pengunjung memiliki niat yang buruk maka para jin
yang ada di lubang ini akan menggangunya. Pernah terjadi kasus pengunjung dari
Payakumbuh. Lubang ini mengarah ke Masjid Raya Nurul Iman yang dibuka hanya 9
m, ke kali saringan, dan yang lain tak boleh dibuka karena masih terdapat benda
kuno”. Dan juga wawancara yang saya lakukan kepada seorang guide Loebang
Tambang Mbah Soero dengan panggilan akrab Pak Win : “ Di lubang ini sering ada
kesurupan bagi para pengunjung, dan saya sering dipanggil utuk mengeluarkannya.
Pernah suatu ketika saya menemukan tulang pinggul manusia. Dan ketika malam sya
bermimpi bahwa arwah yang memiliki tulang tersebut ingin dikuburkan secara
islam. Maka saya kuburkan tulng tersebut”. tegasnya.
b.
Info
Box Gallery
Dahulunya
galeri info box ini merupakan gedung Pertemuan Buruh pada tahun 1947. Di gedung
ini berbagai aktifitas buruh dan karyawan diselenggarakan, mulai dari pertemuan
hingga hiburan seperti wayang kulit dan pemutaran film layar tancap terutama
setelah masa gajian. Awalnya pada tempat berdirinya bangunan Gedung Buruh (GPB)
ini adalah lokasi penumpukan batubara
hasil galian dari Lobang Tambang Mbah Soero. Pernah mengalami pergantian
nama dari GPB menjadi GPK pada tahun 1965 dan menjadi perumahan karyawan pada
tahun 1970-an hingga hunian masyarakat pada akhir tahun 2007. Sekarang pada area
tersebut berdiri gedung info box (galeri tambang) yang merupakan sarana
informasi pariwisata Kota Sawahlunto khususnya mengenai Loebang Tambang Mbah
Soero. Salah satu isi dari Info Box Gallery tsb :
1. Pada
tahun 1882 merupakan produksi batu bara pertama kali.
2. Gas-gas
yang terdapat di dalam lubang tambang adalah O2, CO2, H2S, Ch4 ( metana), dll.
3. Tambang
batu bara pertama kali ditemukan oleh seorang geolog Belanda bernama William
Hendrik de Greve.
4. Belt
Conveyor adalah transportasi batu bara dengan teknologi tinggi di masanya.
5. Dll.
3.
Museum
Gudang Ransoem
Dahulunya
merupakan dapur umum yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun
1918 untuk mensuplai makanan bagi para pekerja tambang batu bara dan pasien
rumah sakit. Sistem memasak berskala besar ini dalah pertama di Indonesia.dapur
umum ini mengeksploitasi tenaga anak – anak serta proses pembagian makanan
buruh tambang yang penuh dengan konflik perampasan antara sesama kuli tambang maupun para
pekerja di dapur. Selain Museum ini juga terdapat bangunan baru di sekitarnya
seperti Galeri Etnografi ( tempat
menampilkan berbagai karkteristik gaya hidup, sosial budaya masyarakat Sawah
Lunto tempo dulu), Galeri Malaka ( Sebagai bentuk kerja sama Kota Sawahlunto dengan Negeri Malaka), dan
IPTEK Centre. Setelah kemerdekaan bangunan ini mengalami berbagai peralihan
fungsi antara lain : (1945-1950) sebagai tempat memasak makanan bagi tentara
(TKRI),(1950-1960) sebagai tempat
penyelenggaraaan adminitrasi bagi kepentingan perusahaan batu bara
Ombilin, (1960-1970) sebagai tempat pendidikan formal setingkat SMP ( SMP
Ombilin), ( 1970-1980) sebagai tempat hunian karyawan Tambang Batu Bara
Ombilin, (1980-2004) sebagai tempat
hunian karyawan Tambang Batu Bara Ombilin dan juga masyrakat Swahlunto, (
2004-2005) bangunan ini direvitalisasi
dan pada tanggal 17 Desember 2005 diresmikan sebagai Museum Goedang
Ransoem.
Diantara
alat-alat masak yang digunakan antara lain : Lasuang (alat penumbuk dipakai
tahun 1958), Cangkir, Keramik, Tabung Tuak (terdapat tulisan EVEN LUCASBOLTS
HET LOOTSJE AMSTERDAM 1 LITRE), Kendi, Periuk (berukuran 60-62 cm dan ketebalan
1,2 cm serta diameter 1,24-1,32 m, dan replica tempat lauk pauk/sambal( dengan
tinggi 89,5 cm, sisi 81 cm, dengan tanggal pembuatan pada 28 Nopember 2005).
4.
Museum
Kereta Api Sawahlunto
Dahulunya
adalah stasiun kereta api yang dibangun oleh Kolonial Belanda pada tahun 1918.
Lokomotif uap adalah transportasi uap yang dipilih oleh Belanda untuk
mengangkut batu bara dari Sawahlunto ke Pelabuhan Teluk Bayur (Emmahaven) sejak
tahun 1894. Pembangunan rel kereta api ini juga melibatkan para orang rantai.
Museum ini merupakan satu-satunya Museum Kereta Api yang terdapat di Sumatera
Barat dan Museum Kedua di Indonesia dengan peralatan perkeretaapian yang telah
berumur lebih 100 tahun. Pada Desember
2003 ketika pengangkutan batubara dengan kereta api tidak lagi digunakan, maka
stasiun ini tidak difungsikan dan tanggal 17 Desember 2005 bangunan ini
diresmikan sebagai Museum Kereta Api. Kembalinya kereta uap E 10 60 “Mak Itam” diresmikan
pada tanggal 21 Februari 2009 yang menambah koleksi museum.