Breaking News
Membaca adalah Pelita Ilmu Pengetahuan
Sabtu, 26 Oktober 2013

Menuju Pendidikan Karakter, Kritisi Dunia Pendidikan Indonesia ...

Pendidikan Karakter. Menggali Harta Karun Di Rumah Sendiri?. Mungkin terdengar aneh, terkesan sebuah makna konotatif yang memiliki  makna tersirat, bukan ? Suatu hal yang aneh, menggali harta karun di rumah sendiri. Benar, hal ini merupakan kalimat yang ditujukan kepada para pejabat teras atas pendidikan. Terkesan rancu, namun ini memang disuratkan kepada mereka.

http://khairuljawad.blogspot.com

Dua belas tahun melewati garis batas permulaan abad millenium, ternyata pemerintah  masih terus saja sibuk mencari sistim pendidikan mana yang cocok untuk Indonesia. Mengapa demikian?. Hal yang ironis, sudah  67 tahun umur Indonesia  setelah Ir.Soekarno dan  Moh.Hatta memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia. Namun pemerintah belum mampu menemukan  sistim mana yang cocok.  Benarlah  perkataan para cadiak pandai “Bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa mengenal sejarahnya”.
Untuk apa kita sibuk mengkaji sistim pendidikan ala barat yang notabene-nya berlandaskan nilai-nilai materialisme, individualisme, sekulerisme, liberalisme, dan komunisme. Justru, merusak moral bangsa Indonesia dari akar-akarnya.  Sebelum kita membahas topik ini lebih jauh lagi saya akan memberikan data dan fakta berikut:

158 kepala daerah tersangkut korupsi sepanjang 2004-2011
42 anggota DPR terseret korupsi pada kurun waktu 2008-2011
30 anggota DPR periode 1999-2004 terlibat kasus suap pemilihan DGS BI
Kasus korupsi terjadi diberbagai lembaga seperti KPU,KY, KPPU, Ditjen Pajak, BI, dan BKPM
Sumber : Litbang Kompas

Setelah membaca fakta diatas, apa yang ada dipikiran Anda? sistim pendidikan  bagaimana yang telah membentuk  moral demikian ?.  Jika dilihat pada sistim pendidikan yang berlaku saat ini, arah pendidikan nasional menurut Undang-Undang No. 20/2003 tentang sistim Pendidikan Nasional adalah terwujudnya sistim pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. 
http://khairuljawad.blogspot.com/2013/10/menggali-harta-karun-di-rumah-sendiri.html



Sejalan dengan visi diatas, maka Kementerian Pendidikan Nasional berhasrat untuk tahun 2025 menghasilkan INSAN INDONESIA CERDAS dan kompetitif. Kemudian dikuatkan kembali dengan lahirnya UU Pendidikan Nasional No. 31 Tahun 2010 tentang Pendidikan Berkarakter, sebagai bentuk penyempurnaan dari pembinaan anak bangsa.

SEJARAH PENDIDIKAN KARAKTER ...

Gaung pendidikan Berkarakter akhir-akhir ini terdengar kian menggema. Di mana-mana orang berbicara mengenai pendidikan Berkarakter. Bahwa pendidikan Berkarakter sangat penting ditanamkan kepada anak-anak sejak usia dini, dan bahwa pendidikan Berkarakter akan menjadi jawaban dari berbagai persoalan yang tengah dihadapi bangsa ini.

Jauh sebelum orang-orang atau pun para pemikir pendidikan berpikir demikian. Engku Mohammad Syafe’i, tokoh pendidikan nasional yang sekaligus pendiri INS Kayutanam telah menerapkan konsep pendidikan Berkarakter kepada murid-muridnya di sekolah tersebut. Namun ironisnya, beliau hingga hari ini tidak dianggap sebagai pahlawan nasional. Padahal tak dapat disangsikan lagi bahwa pemikirannya saat itu telah melewati zamannya sendiri.

Walaupun ia bersekolah di Belanda, pola pikir yang dimiliki oleh M Syafei jauh berbeda dengan pemikiran orang Eropa/Barat kebanyakan. Ia merupakan figur pendidik yang sulit dicarikan tandingannya hingga saat ini. Padahal  waktu itu, Belanda justru sedang ‘asyik-asyiknya’ bercokol di bumi pertiwi,menjajah negeri ini. Syafei bukanlah sosok pro-kolonialisme, tetapi justru sebaliknya. Ia merupakan tokoh yang secara tidak langsung ikut berpartisipasi dalam mencapai kemerdekaan.

Mengecap pendidikan di negeri orang bukan alasan baginya untuk serta merta lupa pada kampung halamannya sendiri. Ia tetap menjunjung tinggi adat-adat ketimuran sebagai tempat ia lahir dan dibesarkan. Apa yang kemudian diperjuangkannya melalui dunia pendidikan merupakan salah satu bukti nyata bahwa ia bukanlah ‘kacang yang lupa pada kulitnya’. Berbekal pengalaman, pendidikan, keinginan, serta tekad yang kuat, kemudian, ia mendirikan sebuah perguruan yang pada awalnya  diberi nama INS (Institute Nederland School), di daerah Kayutanam, Padang Pariaman pada tanggal 31 Oktober 1926.

Syafei merumuskan kurikulum INS Kayutanam ke dalam tiga bidang pengajaran, yakni Akedemik (otak), Kreatifitas (tangan) dan Akhlak Mulia (hati). Di Akademis, siswa dibekali pengetahuan umum layaknya sekolah biasa, meski lebih ditekankan pada penguasaan materi dan aplikasi di lapangan. Sementara itu, Bidang Kreatifitas dibagi lagi menjadi beberapa sub-bidang keterampilan seperti pertukangan, otomotif,keramik, kriya, seni ukir, seni lukis, sanggar musik, teater, sastra, dan beberapa keterampilan lainnya. Sedangkan hal-hal yang menyangkut kecerdasan spiritual, diramu dan diaplikasikan dalam bidang Akhlak Mulia. Ketiga bidang ini tak bisa dipisahkan satu sama lain. Ketiganya harus saling mengisi dan saling menopang dalam wacana menciptakan inteletual yang berakhlak mulia, berintegritas dan beretos kerja keras.

Jika pendidikan akademis menekankan pada kemampuan menyerap ilmu pengetahuan sebagai bekal kekayaan intelektual, pendidikan kreatifitas lebih mendorong dan merangsang siswa untuk menjadi pribadi yang kreatif, inovatif dan mempunyai daya saing, selain menjadikan siswa sebagai generasi yang mandiri dan mempunyai keterampilan hidup (life skill). Tamatan yang dihasilkan diharapkan mampu bersaing di masyarakat serta tidak canggung ketika dihadapkan pada situasi apapun. Dengan demikian, siswa tidak hanya diajarkan untuk bersikap kreatif, tapi juga dibimbing untuk tidak ‘hanya’ menjadi orang yang ‘dipekerjakan’ melainkan menjadi orang yang ‘memperkerjakan’ (menciptakan lapangan kerja baru).

Meski kedua bidang tersebut (akademis dan kreatifitas) sudah dikuasai, namun tujuan pendidikan yang digagas Syafei belum cukup sampai di situ. Kecerdasan akademis dan kreatifitas hanyalah modal untuk kehidupan duniawi. Oleh karena itu, Syafei juga menekankan pentingnya kecerdasan spiritual. Sebab, ranah kecerdasan ini akan menjadi penyelaras bagi peserta didik dalam menjalani kehidupan. Kecerdasan spiritual akan mendorong manusia untuk tetap berjalan pada rel yang telah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa, yang pada gilirannya akan menciptakan lulusan yang Berkarakter, dengan gaya hidup yang madani dan terhindar dari berbagai tindak amoral serta kecurangan seperti praktek KKN yang boleh dikatakan sudah mendarah daging di hampir semua generasi bangsa ini.

Ketiga hal tersebut (tangan, otak dan hati) ibarat ‘tungku tigo sajarangan’ dalam falsafah adat Minangkabau, yang takkan mungkin dipisahkan satu sama lain. Bisa dibayangkan, andaikan batu tungku hanya dua, mana mungkin periuk bisa diletakkan. Apalagi hanya satu. Mungkin inilah yang menjadi dasar pemikiran bagi Syafei dalam mengembangkan pola pendidikan di INS Kayutanam.


http://khairuljawad.blogspot.com/2013/10/menggali-harta-karun-di-rumah-sendiri.html
Semangat Perubahan !


Sebagai individu yang menjunjung tinggi adat dan budaya tempat ia mengabdi, Syafei pun tak lupa memuat ajaran-ajaran atau nilai-nilai adat tersebut dalam sistim pendidikan di INS Kayutanam. Adat dan kearifan lokal (local wisdom) menjadi bagian tak terpisahkan dari kurikulum yang diciptakan Syafei. Ini terlihat dari beberapa nasehat-nasehat/petuah adat yang ‘terselip’ dalam falsafah pendidikan yang ia gagas.Pengaruh kultur Minangkabau yang kuat tampak dalam falsafah yang memanifestasikan alam sebagai sumber dari segala disiplin ilmu. Bahwa alam adalah guru bagi orang yang ‘membaca’ dengan sepenuh jiwa. Maka, Syafei pun memperkaya pola pikir peserta didiknya dengan ‘alam takambang menjadi guru’. Artinya, segala fenomena yang terjadi di alam ini dapat menjadi acuan/sumber ajaran layaknya guru bagi seseorang untuk lebih menggali dan mendalami ilmu pengetahuan.

Lebih jauh, pengaruh adat Minangkabau dalam konsep pendidikan Syafei tampak dalam filosofi yang ia gagas, “Jangan minta buah mangga pada pohon rambutan, tapi jadikanlah setiap pohon berbuah manis.” Apa yang diungkapkan oleh Syafei ini memiliki makna yang begitu mendalam dan terkesan sangat demokratis. Bahwa setiap peserta didik, sebagai manusia biasa, tentu tidak akan terlepas dari berbagai kekurangan dan ketidaksempurnaan, serta mempunyai keistimewaan masing-masing. Watak (characteristic), kegemaran, cita-cita, ketrampilan (skill) serta pandangan hidup (way of life) manusia tentu berbeda satu sama lain. Baca Selengkapnya : INS Kayutanam Dalam Tantangan Zaman ( A View Point)

Membangun Berkarakter manusia tentu tidak segampang membalikkan telapak tangan. Butuh proses yang panjang agar ‘Karakter’ yang baik bisa tertanam dan menjadi bagian dari kehidupan generasi pelanjut bangsa. Syafei pun sangat sadar akan hal ini. Untuk mendapatkan sesuatu yang unggul, cara-cara instan tentu bukanlah jalan yang bijak untuk ditempuh.Pendidikan ala Syafei tidak terbatas hanya pada ruang kelas. Pendidikan merupakan proses panjang yang melibatkan keseluruhan aktifitas sehari-hari, mulai dari bangun tidur hingga kembali tidur. Setiap gerak-gerik dan tindak-tanduk para peserta didik tak terlepas dari pantauan Angku Syafei. Jika ada yang kedapatan melakukan kesalahan, maka yang bersangkutan akan ditanyai apakah ia tahu dan sadar akan kesalahan yang telah ia perbuat. Hukuman kemudian diberikan bukan sekadar ‘efek jera’ belaka, namun juga sebagai bagian dari proses pendidikan tersebut.

Syafei paham bahwa setiap anak dilahirkan dengan bakat serta watak yang berbeda-beda. Hukuman yang diberikan bagi mereka yang berbuat salah bisa jadi dipandang berbeda oleh para peserta didik. Namun, satu hal yang pasti, Syafei percaya bahwa suatu saat kelak peserta didik akan sadar dan mengetahui hakikat dari hukuman yang diberikan kepadanya, sehingga akan menjadi pelajaran yang sangat berharga dan melekat sepanjang hidupnya. Berkarakter peserta didik dibangun secara bertahap, namun pasti.Konsep pendidikan yang mensinergikan antara tangan, otak dan hati yang diterapkan oleh Angku Syafei di INS Kayutanam menjadi contoh sempurna dalam penerapan pendidikan Berkarakter di Indonesia. 

Konsep Pendidikan di beberapa negara maju seperti Singapura, Jepang, dan Tiongkok ternyata mirip dengan konsep yang ditawarkan oleh Engku Mohammad Syafei. Konsep pendidikan di tiga negara tersebut sudah ada di negara kita sejak lebih kurang 86 tahun lalu.

Kondisi di negara kita saat ini, sekolah yang baik dan benar masih dapat dihitung dalam hitungan jari. Hal-hal yang sudah ada tersebut menjadi terlupakan bahkan hilang. Yang terjadi saat ini, kita sebagai bangsa Indonesia malah senang berorientasi dengan apa yang berbau ”Barat”. Bisa jadi, kekaguman kita pada hal-hal yang berbau barat karena budaya kita tidak pernah menghargai hasil karya bangsa sendiri. Bisa jadi pula, karena kita tidak terlalu peduli kepada sejarah. Kita tidak terlalu dikenalkan dengan ”sejarah” yang sebenarnya.

MASA DEPAN PENDIDIKAN INDONESIA

            Bayangkan apa persaingan yang muncul ditahun 2021? yang jelas itu akan menjadi beban kita bersama. Saat itu, anak-anak masa kini akan menghadapi persaingan dengan rekan-rekannya dari berbagai belahan negara di dunia. Bahkan kita yang masih akan berkarya ditahun tersebut akan merasakan perasaan yang sama. Tuntutan kualitas sumber daya manusia pada tahun 2021 tentunya membutuhkan good character.

            Bagaimana dengan bangsa kita? Bagaimana dengan orang-orang yang sekarang sedang duduk dikursi penting pemerintahan negara ini ? Apakah mereka sudah menunjukan kualitas Berkarakter yang baik dan melegakan hati kita? Bisakah kita percaya, kelak apabila tongkat estafet diserahkan, maka para penerus bangsa mampu menjalankan dengan baik atau justru sebaliknya?

            Bagi Indonesia sekarang ini, pendidikan Berkarakter juga berarti melakukan usaha sungguh-sungguh, sistimatik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan Berkarakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebhinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan optimisme. Inilah tantangan kita bangsa Indonesia. Mari kita kembali melihat dari judul di atas, bahwasanya Indonesia memiliki harta karun yang teramat berharga untuk tidak disia-siakan. Kita harus segera sadar, bahwa Indonesia adalah bangsa yang kaya, tidak hanya kaya akan sumber daya alam, tetapi Indonesia juga kaya dengan buah pikiran para tokoh-tokohnya.

Engku Mohammad Sjafe’I telah mensinergikan antara pendidikan otak, hati, dan tangan. Jika ketiga ranah kecerdasan tersebut terintegrasi dengan baik pada setiap peserta didik, maka bukan tidak mungkin generasi yang akan lahir nantinya adalah generasi yang cerdas, tangguh, mandiri, beretos kerja keras, dan mempunyai akhlak mulia atau dengan kata lain: generasi yang Berkarakter!

Posting Lebih Baru
Previous
This is the last post.
Comments
0 Comments

0 Komentar:

Posting Komentar

Leave A Reply

Copyright © 2012 Seputar Pendidikan Kita.com All Right Reserved
Designed by CBTblogger
http://www.freesearchenginesubmission.infocliquez pour infos